Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki
keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang
terbatas pula seperti memberikan kredit pinjaman dengan jumlah yang terbatas,
menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat bank indonesia, deposito
berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya. Bank
Perkreditan Rakyat ( BPR ) merupakan salah satu jenis bank yang dikenal
melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah.
Terbesit sebuah
pertanyaan akan suku bunga pinjaman BPR yang sangat tinggi melebihi bank umum
konvensional. Tingkat bunga kredit yang ditawarkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sejauh ini dinilai masih
mencekik debitur perbankan. Rata-rata BPR membanderol bunga kredit UMKM di
kisaran 30% ke atas. Masih tingginya biaya operasional alias overhead cost
BPR menjadi penyebab utama mengapa bunga kredit bank kelas teri ini masih
begitu tinggi. BPR seharusnya mampu memberikan bunga kredit di kisaran 22%-26%
karena inilah suku bunga yang layak dan sudah teruji.
Ketua
Perbarindo Joko Suyanto menjelaskan, untuk deposito BPR menetapkan bunga
10,25%, tabungan 6%, sedangkan linkage sebesar 12%. Selain itu, lanjutnya,
biaya overhead BPR pun jauh lebih besar dibanding bank-bank umum karena
menerapkan model jemput bola, sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak
untuk pendekatan pelayanan secara personal. Jelas dari segi bunga tangan kanan
pada Bank BPR lebih besar dibandingkan bank konvesional, sehingga dapat
dipastikan untuk mendapatkan keuntungan BPR mematok suku bunga pinjaman lebih
besar. BPR ternyata lebih mengedepankan keuntungan, dibandingkan dengan fungsi
utamanya yaitu melayani golongan pengusaha mikro , kecil dan menengah. Masih
pantaskah Bank Perkreditan Rakyat disebut Bank Rakyat ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar