Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvesional.
Bank
di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Saat
ini banyak orang memperbincangkan tentang perbankan syariah, yang merupakan
salah satu perangkat ekonomi syariah. Menurut Undang-undang No.10 tahun
1998 bank syariah adalah Bank
yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.. Usaha
pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama
islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba
serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang
berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami,
dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Di
Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga
tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu,
Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional.
Berikut
ini adalah beberapa perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah:
1.
Aqad-aqad
yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi
hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah
ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi
riil.
2.
Dari struktur organisasi bank. Dalam bank
syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam
struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan
produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya
ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan
pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya.
3.
Dalam menangani resiko usaha, Bank Syariah
menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah. Dalam
sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif).
Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya
dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban
bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank
Konvensional.
4.
Lingkungan kerja Bank Syariah. Nuansa yang
diciptakan lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan
bertingkah laku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda,
lebih sejuk dan lebih islami.
5.
Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem
bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator
penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah
mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta
bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga
tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari
bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak
ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang
sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank
disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan
akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang
disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau
kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah
yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung
tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan
berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Di Bank Syariah nasabah mendapatkan
keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika
pendapatan Bank Syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang
didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan
sedikit.
Pengetahuan dan Minat Masyarakat tentang Bank
Syariah di Indonesia masih minim.
Kekuatan perbankan
syariah dalam menahan dampak krisis ekonomi global di Indonesia telah terbukti
pada 1998. Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Muhammad
Syakir Sula mengungkapkan krisis ekonomi global kala itu telah menyebabkan
hampir semua bank konvensional bangkrut. “Hanya Bank Muamalat sebagai
satu-satunya bank syariah relatif kuat menahan krisis. Meski hanya jalan di
tempat, setidaknya bank itu tidak bangkrut,” kata Syakir.. Tetapi Asosiasi
Bank-Bank Syariah Nasional (Asbisindo) berpendapat ketertarikan masyarakat
terhadap bank-bank syariah masih minim. Ini diakibatkan oleh sumber daya
manusia di industri perbankan syariah yang belum mumpuni serta ketidakseriusan
Bank Indonesia (BI) mengembangkan industri syariah di Indonesia. Demikian
diungkapkan oleh Ketua Asbisindo A. Riawan Amin dalam sebuah diskusi tentang
perbankan syariah di FX Plaza, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (27/04/2010).
Masyarakat
cenderung masih belum percaya terhadap bank syariah di Indonesia. Apakah memang
menggunakan prinsip syariah atau tidak, karena jika dilihat sumber daya
manusianya di level pimpinan masih banyak masalah,regulator-pun turut
mensuburkan gaya konvensional tersebut. Dikatakan Riawan, minimal bank syariah
seharusnya diurusi oleh Deputi Gubernur Senior. Seharusnya Ekonomi
Indonesia khususnya perbankan , dinilai akan lebih kuat menahan dampak krisis
ekonomi global tersebut jika mau mengkonversi ke konsep syariah. Namun sangat
disayangkan pengetahuan akan Bank Syariah sangat minim sehingga perkembangan
bank Syariah belum sepesat Bank Konvensional.
http://finance.detik.com/read/2010/04/27/152455/1346415/5/banksyariahbelumbanyak-diminati-masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar