Selasa, 12 Maret 2013

Review Bank Syariah

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvesional.
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Saat ini banyak orang memperbincangkan tentang perbankan syariah, yang merupakan salah satu perangkat ekonomi syariah. Menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 bank syariah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah:
1.        Aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.
2.       Dari struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya.
3.       Dalam menangani resiko usaha, Bank Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank Konvensional.
4.       Lingkungan kerja Bank Syariah. Nuansa yang diciptakan lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkah laku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
5.       Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan Bank Syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.
Pengetahuan dan Minat Masyarakat tentang Bank Syariah di Indonesia masih minim.
Kekuatan perbankan syariah dalam menahan dampak krisis ekonomi global di Indonesia telah terbukti pada 1998. Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Muhammad Syakir Sula mengungkapkan krisis ekonomi global kala itu telah menyebabkan hampir semua bank konvensional bangkrut. “Hanya Bank Muamalat sebagai satu-satunya bank syariah relatif kuat menahan krisis. Meski hanya jalan di tempat, setidaknya bank itu tidak bangkrut,” kata Syakir.. Tetapi Asosiasi Bank-Bank Syariah Nasional (Asbisindo) berpendapat ketertarikan masyarakat terhadap bank-bank syariah masih minim. Ini diakibatkan oleh sumber daya manusia di industri perbankan syariah yang belum mumpuni serta ketidakseriusan Bank Indonesia (BI) mengembangkan industri syariah di Indonesia. Demikian diungkapkan oleh Ketua Asbisindo A. Riawan Amin dalam sebuah diskusi tentang perbankan syariah di FX Plaza, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (27/04/2010).
Masyarakat cenderung masih belum percaya terhadap bank syariah di Indonesia. Apakah memang menggunakan prinsip syariah atau tidak, karena jika dilihat sumber daya manusianya di level pimpinan masih banyak masalah,regulator-pun turut mensuburkan gaya konvensional tersebut. Dikatakan Riawan, minimal bank syariah seharusnya diurusi oleh Deputi Gubernur Senior. Seharusnya Ekonomi Indonesia khususnya perbankan , dinilai akan lebih kuat menahan dampak krisis ekonomi global tersebut jika mau mengkonversi ke konsep syariah. Namun sangat disayangkan pengetahuan akan Bank Syariah sangat minim sehingga perkembangan bank Syariah belum sepesat Bank Konvensional.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar