Selasa, 30 Oktober 2012

DIMENSI KEMISKINAN DAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN DI PROVINSI PAPUA


‘Miskin’, sebuah kata yang sering dilontarkan semua orang ketika menghadapi situasi dan kondisi dimana pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Miskin dapat berarti sebab maupun akibat tergantung pada bagaimana kita mengkajinya. Miskin satu orang dalam masyarakat belum menjadi sebuah persoalan. Namun ketika kemiskinan itu mencakup level kecamatan, kabupaten hingga propinsi maka kemiskinan ini menjadi musuh yang tidak pernah terkalahkan sepanjang manusia hidup di dunia.
“Kemiskinan telah menjadi polemik dan bentuk ancaman yang dapat menghancurkan daya politik, sosial, dan psikologis manusia setelah porak-porandanya sumber daya alam akibat eksploitasi yang tanpa batas. (Hartaningsih, 2006).”
Hal itulah yang terjadi di Papua, di satu sisi Papua dikenal sebagai sebuah wilayah dengan keluasan mencapai 710.937 km2, dan 410.660 km2 diantaranya adalah daratan. Hutannya menghampar luas, jika digabung dengan Papua Nugini maka hutan Papua terhitung nomor dua terbesar di dunia setelah Amazon. Merupakan salah satu propinsi/pulau terindah di Indonesia dan satu satunya pulau yang memiliki spesies laut terbanyak jenisnya di dunia begitupun dengan pegunungannya yang sangat indah,alamnya yang masih sangat alami merupakan target utama bagi bangsa asing.Takheran, jika di Provinsiinilahterdapat Freeport, Tepatnya di Kabupaten Mimika.Freeport merupakan tambang emas terbesar di dunia dan PT.Freeport Indonesia merupakan penyetor pajak terbesar di Indonesia dengan pajak yang disetorkan sekitar 1 Miliar USD pertahunnya.Namun di sisi lain, provinsi yang beribukota di Jayapuraini memiliki tingkat kemiskinan sekitar 35 persen dari total 2,8 juta penduduk nya.
Sensus Nasional BPS 2010
10 Propinsi dengan Angka Kemiskinan Tertinggi (%)
No
Provinsi
Angka Kemiskinan
1
papua Barat
36,80
2
Papua
34,88
3
Maluku
27,74
4
Sulawesi Barat
23,19
5
Nusa Tenggara Timur
23,03
6
Nusa Tenggara Barat
21,55
7
Aceh
20,98
8
Bangka Belitung
18,94
9
Gorontalo
18,70
10
Sumatera Selatan
18,30
Sensus Nasional BPS 2012
10 Provinsi Dengan Penduduk Termiskin Di Indonesia
No
Provinsi
JumlahPendudukMiskin
Persentase dari Jumlah Penduduk Keseluruhan
1
JawaTimur
5.356.210
14,23%
2
Jawa Tengah
5.107.360
15,76%
3
Jawa Barat
4.648.630
10,65%
4
Sumatera Utara
1.481.310
11,33%
5
Lampung
1.298.710
16,93%
6
Sumatera Selatan
1.074.810
14,24%
7
Nusa Tenggara Timur
1.012.900
21,23%
8
Papua
944.790
31,98%
9
Nangroe Aceh Darussalam
894.810
19,57%
10
Nusa Tenggara Barat
894.770
19,73%
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Papua Menurut Daerah, 1999-2012
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (ribu)
Persentase Penduduk Miskin
Kota
Desa
K+D
Kota
Desa
K+D
1999
79,60
1.099,1
1.148,70
9,03
70,95
54,75
2000
49,97
920,93
970,90
9,01
59,78
46,35
2001
51,37
849,43
900,80
9,23
53,14
41,80
2002
49,30
935,40
984,70
9,76
51,21
41,80
2003
50,60
866,50
917,00
8,32
49,75
39,03
2004
49,10
917,70
966,80
7,71
49,28
38,69
2005
53,00
975,20
1.028,20
9,23
50,16
40,83
2006
39,40
777,30
816,70
8,71
51,31
41,52
2007
35,40
758,00
793,40
7,97
50,47
40,78
2008
31,60
701,50
733,10
7,02
45,96
37,08
2009
28,19
732,16
760,35
6,10
46,81
37,53
2010
26,18
735,44
761,62
5,55
46,02
36,80
2011
2012
35,27
34,31
909,53
932,28
944,79
966,59
4,60
4,24
41,58
40,56
31,98
31,11
Sumber:  Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Sejak 2006 data tidak lagi tergabung dengan Papua Barat. Tahun 2011 menggunakan penimbang (weight) baru hasil SP2010.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Menurut Daerah, Maret 2010- Maret 2012
Tahun
Kota
Desa
K+ D
IndeksKedalamanKemiskinan (P1)
Maret 2010
0,78
11,89
9,36
Maret 2011
Maret 2012
0,70
0,65
10,37
10,47
7,86
7,91
IndeksKeparahanKemiskinan (P2)
Maret 2010
0,17
4,32
3,37
Maret 2011
Maret 2012
0,15
0,15
3,74
3,72
2,80
2,79
Sumber: Diolah dari Data Susenas Panel Maret 2010-2012
Garis Kemiskinan Provinsi Papua Menurut Daerah Maret 2009-Maret 2012
Daerah/Tahun
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Makanan
Bukan Makanan
Total
Perkotaan
Maret 2009
187.578
97.580
285.158
Maret 2010
195.682
102.603
298.285
Maret 2011
Maret 2012
207.712
210.423
106.893
110.805
314.606
321.228
Perdesaan
Maret 2009
186.626
48.100
234.727
Maret 2010
194.091
53.472
247.563
Maret 2011
Maret 2012
208.054
215.675
54.572
55.756
262.626
271.431
Kota+Desa
Maret 2009
186.843
59.382
246.225
Maret 2010
194.454
64.674
259.128
Maret 2011
Maret 2012
207.965
214.309
68.151
70.079
276.116
284.388
Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009– 2012
FaktorPenyebabKemiskinanyang Terjadi di Papua

1.       Para walikota dan Bupati di Papua lebih senang berada di Jakarta daripada berada di Papua. Sepertidiungkapkanoleh Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya yang merupakan tokoh Papua dan juga Rektor Universitas Cendrawasih.
2.      Papua telah diberikan UU Otonomi Khusus (otsus) No. 21 Tahun 2001, namun ternyata pejabat Papua masih harus melaksanakan UU No. 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Hal inimembuat Papua melaksanakan dua undang-undang sekaligus, akibatnya mereka banyak bekerja di Jakarta.
3.      Pemerintah tidak menciptakan akses bagi Orang Asli Papuadalamkebijakankebijakannya.
contoh JUKNIS Penata Usahaan APBD; didalamnya tidak termuat kebijakan khusus bagi orang asli Papua.
4.      Laporan pertanggungjawaban dari dana otonomi khusus yang telahberjalanselama 10 tahundengandanaRp 3 triliun per tahunnyatidak dipertanggungjawabkandenganjelasolehparaWalikotadanBupati yang diberiamanatdalammelaksanakan program pembangunan Papua.
5.      Pengentasan kemiskinan bagi orang asli Papua masih jauh dari yang diharapkan karena pembangunan melalui dana OTSUS yang notabene adalah milik Orang Asli Papua tidak dimanfaatkan dan dirasakan oleh orang asli Papua itu sendiri.
6.      Jumlah kasus korupsi di Papua dan Papua Barat yang saat ini ditangani pihak Kejaksaan Tinggi Papua mencapai 142 kasusdanmerupakanjumlahkasuskorupsitertinggi di Indonesia
7.      Tidakadanya LSM maupun aktivis yang berani secara tegas membeberkan tentang korupsi ataupun kebobrokan dalam penggunaan anggaran otonomi di Papua.
8.     Selama 10 tahun berjalannya otonomi khusus di Papua, pemerintah pusat dalam hal ini tidak pernah memberikan evaluasi secara kontinue terkait pelaksanaan otonomi khusustersebutdan tidakmempertanyakanpenguliran anggaran otsus tersebut digunakan untuk program apa saja dan bagaimana implimentasinya selama berlangsungnya pelaksanaan otsus itu.
9.      Daya beli masyarakat yang rendah akibat tingkat inflasi yang tinggi (11.74 % pada triwulan I-2007) dan membuat harga barang-barang menjadi sangat tinggi. Selain itu, perbedaan harga yang bervariasi di setiap kabupaten Papua ini cukup memberikan kesenjangan ekonomi bagi masyarakat papua itusendiri.







LangkahuntukMengatasiKemiskinanyang terjadi di Papua

1.       Perlu dilakukan konsultasi yang efektif dan kontinyu dari Daerah dengan Pusat sehingga dalam waktu dekat dapat dilahirkan beberapa Peraturan Pemerintah atas amanat UU Otsus untuk dapat diimplementasikan.
2.      Memanfaatkandanaotonomikhususuntuk orang asli Papua, sesuaidenganamanat UU otsuitusendiri.
3.      Dikembangkannyapotensiswadaya (Upayauntukmengolahsumberdaya yang dimiliki) dankeswadayaan (Semangatuntukmembebaskandiridarinketergantunganterhadappihakluar)gunameningkatkankesejahteraanpendudukmiskin.
4.      Perencanaan Pembangunan harus ditata kembali secara komprehensif, terkoordinasi dan sinergi seperti saatdiberlakukannya monitoring dan evaluasi.
5.      Pembangunan di Papua perlu dilakukan dengan 3 (tiga) Prinsip yaitu :
(1) Peng-Wilayah-an Komoditas; (2) Petik, Olah dan Jual; (3) Perubahan Pola Pikir.
6.      Konsep Pola Pendampingan Bagi Masyarakat Asli Papua perlu dipikirkan kembali karena dengan Pola Pendampingan dapatmenggunakan system transfer teknologi dan pengetahuan, serta pendampingan yang bersifat universal yaitu social, budaya dan ekonomi  yang dilakukan melalui pendekatan adat istiadat setempat.
7.      Adanya komitmen dari pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan baik menggunakan pemasukan dari hasil-hasil tambang yang masukkedalamPendapatanAsli Daerah (PAD) Provinsi Papua berupa tembaga (58.36 persen), perkebunan (12.74 persen) yang cukup besar yang berada di daerah-daerah tertentu seperti Nabire, Numfor agar dapat digunakan untuk pembangunan-pembangunan investasi SDM.
8.     Dari sisi ekonomi pemerintah dapat memberikan keleluasaan investasi dari pengurusan izin sampai pada tarifimpor yang diberlakukan investor di Papua untuk melakukan bisnis.
9.      Memperbaikikualitas SDM denganmengembangkankreatifitasdankeahliansetiap orang dengancaramemfokuskanpembangunanpadasektorpendidikan yang lebihbaik.
10.  Menjalankan program Pendidikan murah kepada rakyat dengan subsidi silang untuk investasi perekonomian Papua kedepannya.
11.   Pemetaan wilayah hunian penduduk miskin. Kemudian, memfokuskan pembangunan ekonomi pada beberapa sektor sesuai potensi daerah, seperti daerah wisata, penghasil ikan dan mutiara, pertanian, pusat pendidikan dan pelatihan, industridll.
12.  MemperbaikiInfrastruktursertafasilitas yang dibutuhkan yang dapatmendatangkan investor local maupunasinguntukmembukapusatwisatasekaligusmelakukanbisnis. Sepertiaksesjalan, pembangunan resort danjembatanpenghubungantarpulau, budidayaperikanan, kemudahantransportasidll.FaktorPenyebabKemiskinanyang Terjadi di Papua

1.       Para walikota dan Bupati di Papua lebih senang berada di Jakarta daripada berada di Papua. Sepertidiungkapkanoleh Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya yang merupakan tokoh Papua dan juga Rektor Universitas Cendrawasih.
2.      Papua telah diberikan UU Otonomi Khusus (otsus) No. 21 Tahun 2001, namun ternyata pejabat Papua masih harus melaksanakan UU No. 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Hal inimembuat Papua melaksanakan dua undang-undang sekaligus, akibatnya mereka banyak bekerja di Jakarta.
3.      Pemerintah tidak menciptakan akses bagi Orang Asli Papuadalamkebijakankebijakannya.
contoh JUKNIS Penata Usahaan APBD; didalamnya tidak termuat kebijakan khusus bagi orang asli Papua.
4.      Laporan pertanggungjawaban dari dana otonomi khusus yang telahberjalanselama 10 tahundengandanaRp 3 triliun per tahunnyatidak dipertanggungjawabkandenganjelasolehparaWalikotadanBupati yang diberiamanatdalammelaksanakan program pembangunan Papua.
5.      Pengentasan kemiskinan bagi orang asli Papua masih jauh dari yang diharapkan karena pembangunan melalui dana OTSUS yang notabene adalah milik Orang Asli Papua tidak dimanfaatkan dan dirasakan oleh orang asli Papua itu sendiri.
6.      Jumlah kasus korupsi di Papua dan Papua Barat yang saat ini ditangani pihak Kejaksaan Tinggi Papua mencapai 142 kasusdanmerupakanjumlahkasuskorupsitertinggi di Indonesia
7.      Tidakadanya LSM maupun aktivis yang berani secara tegas membeberkan tentang korupsi ataupun kebobrokan dalam penggunaan anggaran otonomi di Papua.
8.     Selama 10 tahun berjalannya otonomi khusus di Papua, pemerintah pusat dalam hal ini tidak pernah memberikan evaluasi secara kontinue terkait pelaksanaan otonomi khusustersebutdan tidakmempertanyakanpenguliran anggaran otsus tersebut digunakan untuk program apa saja dan bagaimana implimentasinya selama berlangsungnya pelaksanaan otsus itu.
9.      Daya beli masyarakat yang rendah akibat tingkat inflasi yang tinggi (11.74 % pada triwulan I-2007) dan membuat harga barang-barang menjadi sangat tinggi. Selain itu, perbedaan harga yang bervariasi di setiap kabupaten Papua ini cukup memberikan kesenjangan ekonomi bagi masyarakat papua itusendiri.







LangkahuntukMengatasiKemiskinanyang terjadi di Papua

1.       Perlu dilakukan konsultasi yang efektif dan kontinyu dari Daerah dengan Pusat sehingga dalam waktu dekat dapat dilahirkan beberapa Peraturan Pemerintah atas amanat UU Otsus untuk dapat diimplementasikan.
2.      Memanfaatkandanaotonomikhususuntuk orang asli Papua, sesuaidenganamanat UU otsuitusendiri.
3.      Dikembangkannyapotensiswadaya (Upayauntukmengolahsumberdaya yang dimiliki) dankeswadayaan (Semangatuntukmembebaskandiridarinketergantunganterhadappihakluar)gunameningkatkankesejahteraanpendudukmiskin.
4.      Perencanaan Pembangunan harus ditata kembali secara komprehensif, terkoordinasi dan sinergi seperti saatdiberlakukannya monitoring dan evaluasi.
5.      Pembangunan di Papua perlu dilakukan dengan 3 (tiga) Prinsip yaitu :
(1) Peng-Wilayah-an Komoditas; (2) Petik, Olah dan Jual; (3) Perubahan Pola Pikir.
6.      Konsep Pola Pendampingan Bagi Masyarakat Asli Papua perlu dipikirkan kembali karena dengan Pola Pendampingan dapatmenggunakan system transfer teknologi dan pengetahuan, serta pendampingan yang bersifat universal yaitu social, budaya dan ekonomi  yang dilakukan melalui pendekatan adat istiadat setempat.
7.      Adanya komitmen dari pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan baik menggunakan pemasukan dari hasil-hasil tambang yang masukkedalamPendapatanAsli Daerah (PAD) Provinsi Papua berupa tembaga (58.36 persen), perkebunan (12.74 persen) yang cukup besar yang berada di daerah-daerah tertentu seperti Nabire, Numfor agar dapat digunakan untuk pembangunan-pembangunan investasi SDM.
8.     Dari sisi ekonomi pemerintah dapat memberikan keleluasaan investasi dari pengurusan izin sampai pada tarifimpor yang diberlakukan investor di Papua untuk melakukan bisnis.
9.      Memperbaikikualitas SDM denganmengembangkankreatifitasdankeahliansetiap orang dengancaramemfokuskanpembangunanpadasektorpendidikan yang lebihbaik.
10.  Menjalankan program Pendidikan murah kepada rakyat dengan subsidi silang untuk investasi perekonomian Papua kedepannya.
11.   Pemetaan wilayah hunian penduduk miskin. Kemudian, memfokuskan pembangunan ekonomi pada beberapa sektor sesuai potensi daerah, seperti daerah wisata, penghasil ikan dan mutiara, pertanian, pusat pendidikan dan pelatihan, industridll.
12.  MemperbaikiInfrastruktursertafasilitas yang dibutuhkan yang dapatmendatangkan investor local maupunasinguntukmembukapusatwisatasekaligusmelakukanbisnis. Sepertiaksesjalan, pembangunan resort danjembatanpenghubungantarpulau, budidayaperikanan, kemudahantransportasidll.